Namun Iblis terus mengejar Ayyub,
lagi-lagi ia datang sewaktu Nabi Ayyub as. tengah melakukan shalat, bertepatan
Ayyub melakukan sujud, Iblis meniup hidung dan mulut, maka mengembunglah tubuh
Ayyub dan banyak berpeluh, hingga badan terasa berat. Sahut istrinya (yang
bernama Rahmah) : “Derita sakitmu ini adalah akibat kesedihanmu memikirkan
hartamu yang musnah, dan bencana yang menimpa anak-anakmu”, sedang kamu
beribadah terus menerus
di malam hari, siangnya berpuaa, tak kenal istirahat barang sesaatpun, lagi pula tak suka berhibur”.
di malam hari, siangnya berpuaa, tak kenal istirahat barang sesaatpun, lagi pula tak suka berhibur”.
Kemudian Ayyub diserang penyakit
cacar seluruh tubuhnya, mulai kepala sampai kaki, darah dan nanah mengalir dari
tubuhnya, dan ulat-ulatpun berjatuhan, akibatnya seluruh famili dan kawan-kawan
menyatakan cerai dan menghindarinya. Demikian pula dua dari tiga istrinya
menuntut cerai secara resmi, kecuali dewi Rahmah seorang istrinya yang setia
melayani siang dan malam harinya.
Tidak terbatas sampai disini
derita Nabi Ayyub as, sebab kaum hawa tetangganya menuntut Ayyub supaya angkat
kaki dari kampungnya, lewat istrinya sahut mereka : “Hai Rahmah, kami sangat
khawatir kalau nanti penyakit suamimu menjangkit/menular pada anak-anak kami”,
seharusnya ia disingkirkan saja dari kampung kami, kalau tidak maka kami akan
memaksamu keluar”. Maka dewi Rahmah pun segera keluar, pakaiannya dibungkus,
lalu dibawa pergi sambil berteriak keras: “Aduh, demikian berat penderitaan
ini, kami harus mengembara dan berpisah, mereka telah mengusir dari kampung dan
rumah kami, Ayyub digendong di punggungnya, diiringi isakan tangis istrinya, ia
dibawa ke sebuah lokasi bekas rumah yang sudah rusak, tempat pembuangan sampah
dan disanalah ia ditaruh”. Melihat demikian masyarakat sekitar lokasi itu juga
mengusirnya, bahkan kalau tidak mereka akan mengerahkan anjing-anjing mereka
untuk memaksa Ayyub keluar dari lokasi tersebut. Maka Dewi Rahmah membawa alas
tidur sebangsa tikar, dibentangkan di bawahnya, serta batu sebagai bantalnya.
Untuk minumnya, Dewi Rahmah membawakan wadah air yang biasa dipakai oleh para
penggembala memberi minuman ternak-ternaknya”.Kemudian Dewi Rahmah berangkat
menuju suatu dusun, lalu Ayyub pun menyeru: “Hai Rahmah, pulanglah, aku
menasehatimu, jika engkau hendak pergi menjauh dariku dan membiarkan aku di
tempat ini”. Jawabnya: “Janganlah tuanku khawatir ,sebab tidak mungkin aku
membiarkan/meninggalkanmu seorang diri, selama hayat dikandung badanku”.
Kemudian berangkatlah dewi Rahmah
menuju suatu dusun, ia bekerja setiap hari pada perusahaan roti, untuk memberi
makan Ayyub. Dan lama-lama masyarakat dusun itu mengerti bahwa ia istri Ayyub,
maka merekapun berhenti tidak suka memberi makan padanya. Sahut mereka:
“Menjauhlah dari kami, sebab kini aku merasa jijik padamu”. Dewi Rahmahpun
menangis, katanya: “Ya Tuhan, Engkau melihat keadaanku ini, seolah-olah dunia
ini berubah menjadi sempit bagiku”, masyarakatnya selalu menghinaku kelak di
akherat, ya Tuhan, mereka telah mengusir dari rumah kami di dunia, namu kami
berharap janganlah Engkau mengusir kami dari RumahMu kelak di hari Kiamat”.
Kemudian iapun berangkat menemui
wanita istri perusahaan roti itu, katanya: “Sungguh, suami/kekasihku (yakni
Ayyub) tengah lapar, untuk itu perkenankanlah aku meminjam/hutang roti kepadamu”.
Jawabnya: “Menjauhlah segera agar suamiku tidak melihatmu, tapi serahkan
gelungan rambutmu padaku”.Dewi Rahmah punya 12 buah gelungan melembreh ke tanah,
indah dan bagus serupa yang ditemukan Nabi Yusuf as. Bahkan itu sangat
disenangi oleh Nabi Ayyub as.
Alkisah,
wanita istri perusahaan rotipun datang dengan gunting untuk memotong gelungan
rambut Dewi Rahmah, kemudian ditukarkan pada 4 potong roti. Dewi Rahmah
berkata: “Ya Tuhan, tindakanku ini, semata berbakti pada suamiku, member makan
NabiMu dengan menjual gelunganku”. Maka sewaktu Ayyub melihat roti segar iapun
segera menaruh perhatian, dan menyangka (jangan-jangan) istriku telah menjual
dirinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar